jump to navigation

Bikers Meraba Wajah Nusantara Agustus 14, 2011

Posted by ilham in Biker, Turing.
trackback

Iya, iya… Saya tahu. Saya belum lagi menulis lanjutan kisah Kang JJ Polnaja. Itu utang saya pada pembaca kafemotor yang akan saya bayar. Tapi saat ini saya tidak boleh melewatkan semangat menulis, khususnya setelah membaca buku petualangan bikers Indonesia: Ahmad Yunus dan Farid Gaban.

Siang itu, seorang teman mengabarkan kalau @Fgaban, seorang jurnalis kawakan meluncurkan kisah perjalanannya di Gedung Antara, Jakarta. Ya kira-kira sebagai forum berbagi dan tanda syukur atas tuntasnya “Ekspedisi Zamrud Katulistiwa” yang berlangsung kira-kira setahun sebelumnya.

Kali ini saya tidak sempat datang. Namun tak disangka-sangka istri saya menghadiahkan buku “Meraba Indonesia: Ekspedisi ‘Gila’ Keliling Nusantara” ini beberapa hari kemudian. Juga ada sekeping DVD yang merupakan film dokumenter perjalanan ini. I feel blessed.

Ini bukan kisah petualangan biasa. Tapi sebuah reportase panjang tentang Indonesia langsung dari pengalaman orang-orang kecil yang luar biasa di berbagai pulau dan pelosok nusantara. Dan, menariknya petualangan ini dilakukan di atas Honda Win 100 yang usianya udah kepala 5 dan 10 tahun. Cukup dimodifikasi menjadi motor tril penjelajah, cukuplah!

Selama setahun @Fgaban bersama rekannya sesama jurnalis, Ahmad Yunus yg kemudian menjadi penulis buku ini, berkeliling Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, hingga Flores. Dengan bekal seadanya, tanpa sponsor berarti, mereka menyambangi pojok-pojok terjauh bangsa ini. Dari Sabang hingga Merauke, dari pulau Miagas  hingga pulau Rote. Menembus belantara luas, menerjang jalan-jalan hancur, kadang kehujanan dan kelaparan di jalan. Sementara untuk meloncat dari pula ke pulau, mereka menggunakan jasa kapal besar kecil, milik Pelni ataupun kapal nelayan dan barang para pelaut. Menerjang badai samudera, berhari-hari dan kondisi seadanya.

Mengapa dua bikers ini nekad melakukan perjalanan gila ini? Menurut yang saya tangkap, karena cinta mereka yang tak terhingga pada bumi dan laut nusantara yang begitu kaya. Mereka ingin memahami denyut nadi kehidupan, kesadaran berbangsa dari rakyatnya. Dalam bahasa Yunus, mereka ingin “Meraba Indonesia”, memahaminya secara lebih mendalam.

Perjalanan yg panjang itu sendiri sudah merupakan tantangan tersendiri.  Namun siapa yang dapat membendung kecintaan untuk bertualang dan keinginan untuk mengabarkan kondisi bangsa ini? Menjadi corong warga bangsa ini tentangkehidupan rakyat senyatanya. Bukan dari klaim-klaim tak berdasar pemerintah, bukan juga hanya dari berita-berita media yang kering dan saling bertabrakan

Bayangkan ratusan ribu kilometer darat dan laut perjalanan ini. Bayangkan betapa luasnya bangsa ini. Bayangkan garis pantai kita yang terluas, budaya kita yang beragam, laut-darat kita yang kaya. Bayangkan risiko berkendara di jalan-jalan tanpa petunjuk,  ke wilayah-wilayah rawan pasca konflik.

Farid dan Yunus mungkin bukanlah bikers pertama melakukan perjalanan keliling nusantara. Saya tahu banyak bikers baik anggota club atau tidak, solo riding atau berkelompok telah melakukan perjalanan-perjalanan semacam ini. Juga mungkin bukan dengan rekor jarak terjauh. Jangan tanya berapa odometer di motor. Tak ada speedo/odometer terpasang. GPS yang digunakan pun juga rusak akibat ganasnya perjalanan. Ini bukan perjalanan untuk mencari sensasi, apalagi untuk pemecahan rekor.

Yang justru paling berharga, mungkin–mungkin banget lho–inilah perjalanan bikers perdana yang mencatat dan mengabadikan situasi bangsa ini dalam buku dan film. Dan, kita beruntung bahwa keduanya merupakan jurnalis handal yang memiliki kredibilitas dan pengalaman yang tak perlu dipertanyakan.

Dari kisah mereka, saya bisa merasakan kondisi terkini bangsa ini. Bisa juga menerawang jauh ke dalam sejarah rakyatnya: masa-masa revolusi fisik juga periode penjajahan. Ketika Ahmad bercerita tentang Banda Naira kini yang tak lagi punya komoditi andalan, tentang persaingan dagang rempah-rempah di Maluku dulu, pembunuhan massal oleh Belanda di pulau-pulau di sana. Tentang korupsi yang menghancurkan VOC dan perlawanan rakyat terhadap penjajah.

Tentang Indonesia bagian paling timur yang buruk infrastuktur dan pelayanan transportasinya. Tentang suku-suku asli Merauke yang terancam punah akibat endemik HIV/Aids. Tentang mereka yang mengais-ngais penghidupan dari kaki perekonomian yang dikeruk dari tambang milik Freeport. Tentang “Meno kaya tidur di selokan”.

Saya juga termenung-menung meraba Kalimantan dari kisah mereka. Dari kehancuran ekologinya, dominasi perkebunan sawit, kebakaran hutan yang kronis, nasib kaum Dayak  yang terpinggirkan, hingga infrastruktur yang buruk.  Belum lagi cuaca panas dan air bersih yang terbatas. Perjalanan Pontianak, Sampit, Palangkaraya: tentang Borneo yg tak seindah promosi pemerintah. Rakyat yang tak makmur dari hasil hutan dan tambangnya.

Saya lalu teringat perjalanan turing saya yang tak sampai belasan ribu kilometer. Juga kunjungan atau domisili saya di beberapa pulau di negeri ini. Tak sebanding dengan apa yang mereka jalani. Tak seintens apa yang mereka rasakan. Saya hanya bersyukur bahwa kini ada orang yang mau mengabarkannya secara langsung.

Memang bukan kepedihan saja yang diceritakan. Kedua bikers ini juga bercerita tentang keindahan Nusantara. Tentang lumba-lumba, paus dan terumbu karang di lautan kita. Tentang suku-suku tradisional yang masih arif dalam memperlakukan alam. Kisah nasionalisme warga di perbatasan, tentang semangat hidup orang-orang kecil dan harapan besar perubahan. Tentang  aset bangsa ini dan cita-cita besar kita “menjadi Indonesia”.

Seperti kata penulis buku ini, “dengan mengungkap terus-menerus fakta bahwa kita memang kaya … akan membangkitkan semangat kita menengok kembali Indonesia dan mencintai negeri ini”. Karena kita harus selalu yakin, bahwa bangsa ini masih punya masa depan!

Sumber foto: Ekspedisi Zamrud Katulistiwa

Komentar»

1. cundit - Agustus 14, 2011

1st

2. cundit - Agustus 14, 2011

yang jelas di bandingin RoF, kebih respek ini lah.

3. B M W ♣ - Agustus 14, 2011

Sip lah

4. hndy12 - Agustus 14, 2011

Hebat..luar biasa..
jd ngebayangkan rasanya, saya naik motor 100km saja rasanya pinggang mau copot.

5. sofiyan - Agustus 14, 2011

ROF jadi terlihat “feminim” di banding yang ini

6. boerhunt - Agustus 15, 2011
7. dany :) - Agustus 15, 2011

Fyuu…hhh….500an km aj badan dah mau copot semua hihihi… 🙂

8. to pick - Agustus 15, 2011

win versus klx, malah mau ganti tenere kata warung sebelah…

si oom as varioputiih - Agustus 15, 2011

mau petualangan ato iklan berjalan!? 😈
banyak sepongsornya gitu 😀
*wkwkwk

9. Adul - Agustus 16, 2011

mungkin RoF akan melanjutkan buku “Meraba Indonesia” dengan buku “Menjual Indonesia” …merdeka !

10. Juragan Warung - Agustus 16, 2011

wahhhhh mantabhhhhhhhhhhhhh,….

11. ipanase - Agustus 17, 2011

win tangguh

12. diantaragesang - Agustus 18, 2011

salut buat bereka…

13. diantaragesang - Agustus 18, 2011

salut buat mereka

14. girifumi - Agustus 19, 2011

salut buat mereka

girifumi - Agustus 22, 2011
15. mantyasih - Agustus 23, 2011

Merasakan indonesia dgn menjadi indonesia spt kebanyakan indonesia…


Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: